Thursday, 28 March 2013

Meditasi Jawa Kuno - Gugah Rasa, sebelum Meditasi

Meditasi Jawa,meditasi jawa,meditasi islam jawa,meditasi versi jawa,cara meditasi jawa,musik meditasi jawa,meditasi orang jawa,meditasi ala jawa,tanya jawab meditasi,karma dan meditasi jawa Ceardo sih nggak seberapa ngerti masalah meditasi, apalagi meditasi Jawa kuno, tapi tetep akan Ceardo cariin kok buat sahabat semua. Gugah Rasa, Sebelum melakukan meditasi panelangsa, pada tingkat pertama Manunggaling Kawula Gusti
Dalam ajaran Manunggaling Kawula Gusti ada istilah gugah rasa, ini di lakukan sebelum Meditasi Panelangsa (tingkat 1 ». semua ada 9 tingkat di dlm ajaran manunggaling kawula gusti ). Karena konsekuensi dunia material cenderung meningkat, sedang kaweruh spiritual orang jawa kian gersang. Kita mencoba untuk memahami kembali Puasa sebelum gugah rasa sebelum memulai meditasi panelangsa, bagi orang jawa yg dapat memberikan pencerahan spiritual tingkat tertinggi dengan berbagai spirit yang penuh dengan kesakralan dan religiusitas. Hakikat Puasa menurut ” Wulang Reh “.

Sri Pakubuwono IV telah memberikan wewaler, peringatan, pada anak cucunya untuk pengekangan nafsu. Peringatan itu tertuang dalam karyannya. Serat Wulang Reh, yang di tulis pada hari ahad kliwon, wuku Sungsang, tanggal ke-19, bulan besar, mongso ke-delapan, windu sancaya dan di beri sengkalan: Tata-guna-Swareng-Nata ( 1735 ), bergelar: Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono Senopati Ing Ngalogo Abdur Rahman Sayyidin Panotogomo IV. Nama kecilnya adalah Bandoro Raden Mas Gusti sumbadyo, Putra Pakubuwono III dengan Kanjeng Ratu Kencana.Dalam pupuh II Tembang Kinanthi ia menulis: “Podho Gulangen Ing Kalbu, Ing Sasamita Amrih Lantip, Ojo pijer mangan nendra, ing kaprawiran den kesthi, Pesunen sariraniro , Sudanen dhahar lan guling. (Wahai, asahlah di dalam hatimu biar tajam menangkap isyarat isyarat ghaib. jangan terlalu banyak makan dan tidur, kurangilah hal tersebut, cita citakan kaprawiran ” keluhuran budi “, agar bisa mengekang diri) “.
Inti yang cepat di tangkap dari wejangan ini menyangkut pada pengendalian diri dan cara yang harus di tempuh adalah dengan perpuasa. Hakekat Puasa adalah pengekangan diri, karena alam duniawi banyak memberi godaan.  Silau dengan kemewahan, apalagi kalau sedang mendapat suka cita yang berlebihan, ” Maka kaprayitnan batin (kewaspadaan  akan terkurangi.
Manusia akhirnya akan terbelenggu nafsunya. Nafsu yang bersumber dari dirinya sendiri.Nafsu merupakan sikap angkara yang dalam Wulang Reh di sebutkan terdiri dari 4 macam , yaitu :
  1. Lawwamah, Bertempat di perut, lahirnya dari mulut ibarat hati bersinar hitam. Akibatnya bisa menimbulkan dahaga, kantuk dan lapar.
  2. Amarah, artinya garang bisa menimbulkan angkara murka, iri dan emosional. Ia berada di empedu, timbulnya lewat telinga bak hati bercahaya merah.
  3. Sufiyah, Nafsu yang menimbulkan birahi, rindu, keinginan dan kesenangan. Sumber dari Limpa timbul lewat mata bak hati bercahaya kuning.
  4. Muthmainah, Berarti rasa ketentraman. Punya watak yang senang dengan kebaikan, keutamaan dan keluhuran budi. Nafsu ini timbulnya dari tulang, timbul dari hidung bagai hati bersinar putih Lelaku Puasa.Ritualnya di mulai dengan reresik raga (membersihkan badan). Badan harus bersih dari kotoran dunia, caranya dengan siram jamas (mandi besar). Kalau perlu menggunakan kumkuman ( rendaman ) bunga lima warna, Mawar, Melati, Kenanga, Kanthil putih, Kanthil kuning.
Doa untuk Mandi
Waktu mandi membaca doa ” Ingsun Adus Ing Banyu Suci, Kang adus badan sejati, Kakosokan nyowo sejati, Amulyaaken kersane Pangeran (Aku mandi di air suci, Yang mandi badan sejati, membersihkan nyawa sejati, memuliakan takdir Illahi.
Jam Puasa
Lelaku, jangka waktu puasa ini sehari semalam yang di mulai pukul 17.00 WIB di akhiri pukul 17.00 WIB. lelaku puasa yang lebih bersifat khusus. Jangka waktunya 3 hari.
Keistimewaan terletak pada nilai amalannya. Seseorang yang melakukan puasa dina dulur ini, nilai amalannya hampir sama dengan puasa 40 hari.
Keistimewaan lain adalah terletak pada mustikanya. Tiga weton dan buang sengkala. Ritual Puasa dina dulur ini selama 3 hari, dan harus tepat pada hari Selasa Kliwon, Rabu Legi dan Kamis Pahing.
Tentu saja ini dari hitungan kalender jawa, atau umumnya dalam satu bulan terdapat 3 hari yang berurutan ini. Tinggal kita saja yang menentukan ada kesiapan atau tidaknya niatan yang mantap untuk menjalankan lelaku puasa khusus ini.Jangka waktunya juga sama dengan waktunya puasa puasa kejawen lainnya. Dimulai (sahur) pada pukul 17 WIB di akhiri (Berbuka) pada pukul 17 WIB hari berikutnya. Demikian juga kesiapan jiwa raga seseorang yang hendak berpuasa.
Siram Jamas (Mandi Besar)
Di pagi harinya, sebelum meditasi panelangsa wajib melakukan pembersihan diri dengan cara “siram jamas ” (mandi besar) lebih baik kalau menggunakan kumkuman (rendaman) bunga setaman yang baru di beli di pasar. Cara mandi jamas ini tidak boleh sembarangan.
Rendaman bunga yang tercecer itu harus di kumpulkan dan di larung (di buang) di sungai. Hal ini di dasarkan pada “sengkala” ( nasib buruk/dosa dosa ). Termasuk sifat buruk dan nafsu dalam diri manusia harus harus di buang jauh. Larung di maknakan di buang jauh. Sedangkan sungai (muaranya menuju lautan bebas ) sebagai simbol dunia luas dan tak terbatas.
Bubur Lima Warna
Bubur Lima Warna. Akan lebih sempurna bila dalam ritual larung ini di sertakan sesajen berupa bubur lima warna. (1) Hitam, (2) putih, (3) Merah, (4) Kuning dan (5) merah di beri titik putih. Lima warna ini berarti menghormat pada “Keblat Papat Limo Pancer “.  (Keblat 4 5 bumi tempat berpijak ).
  1. Hitam berada di utara,
  2. merah di selatan,
  3. kuning bertempat di barat dan
  4. putih berada di timur.
Khusus Filosofi bubur merah bertitik putih, sebenarnya di artikan penghormatan kepada orang tua. Bisa juga sesepuh (leluhur kita) baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal. Namun dalam khasanah kiblat tadi di maknakan pancer.
Tentang bubur lima macam ini bisa kita kaitkan dengan simbolisasi bunga lima warna. Dan semua unsur ini di maksudkan sebagai pelengkap sebelum melakukan puasa dino dulur. tetapi jauh di balik ini semua unsur itu sebagai pendukung (kekuatan batin) dalam melaksanakan puasa. Sekaligus penguat dan peneguh iman seseorang dalam menjalankan ritual puasanya. Saudara-Saudara Halus/Sedulur papat kalimo pancer.
Saudara Empat
Orang Jawa tradisional percaya eksistensi dari sedulur papat (saudara empat) yang selalu menyertai seseorang dimana saja dan kapan saja, selama orang itu hidup didunia. Mereka memang ditugaskan oleh kekausaan alam untuk selalu dengan setia membantu, mereka tidak tidak punya badan jasmani, tetapi ada baik dan kamu juga harus mempunyai hubungan yang serasi dengan mereka yaitu :
  1. Kakang kawah, saudara tua kawah, dia keluar dari gua garba ibu sebelum kamu, tempatnya di timur warnanya putih.
  2. Adi ari-ari, adik ari-ari, dia dikeluarkan dari gua garba ibu sesudah kamu, tempatnya di barat warnanya kuning.
  3. Getih, darah yang keluar dari gua garba ibu sewaktu melahirkan, tempatnya di selatan warnanya merah
  4. Puser, pusar yang dipotong sesudah kelahiranmu, tempatnya di utara warnanya hitam.
Selain sedulur papat diatas, yang lain adalah Kalima Pancer, pancer kelima itulah badan jasmani kamu.  Merekalah yang disebut sedulur papat kalimo pancer, mereka ada karena kamu ada. Sementara orang menyebut mereka keblat papat lima tengah, (empat jurusan yang kelima ada ditengah ).
Mar dan Marti
Mereka berlima itu dilahirkan melalui ibu, mereka itu adalah Mar dan Marti, berbentuk udara. Mar adalah udara, yang dihasilkan karena perjuangan ibu saat melahirkan bayi, sedangkan Marti adalah udara yang merupakan rasa ibu sesudah selamat melahirkan si jabang bayi. Secara mistis Mar dan Marti ini warnanya putih dan kuning, kamu bisa meminta bantuan Mar dan Marti hanya sesudah kamu melaksankan tapa brata (laku spiritual yang sungguh-sungguh) mereka itu selalu bersama kamu, menjaga kamu dimanapun kamu berada. Mungkin kamu tidak menyadari bahwa mereka itu menolongmu dalam setiap saat kegiantanmu, mereka akan senang, bila kamu memperhatikan mereka, mengetahui akan keberadaan meraka. Adalah bijaksana untuk meminta mereka supaya berpatisipasi dalam setiap kegiatan yang kamu lakukan. Dalam batin, kamu mengundang mereka, misalnya :
Saya Juga Hidup
Semua saudara halusku, saya mau meditasi panelangsa, bantulah saya ( ewang-ewangono ) artinya mereka itu akan membantumu, sehingga kamu di bantunya ,Tetapi kamu jangan meminta partisipasi mereka pada waktu kamu mau tidur, untuk hal itu kamu harus berkata: saya mau tidur lindungilah saya (reksanen) pada waktu saya tidur, kalau ada yang mengganggu atau membahayakan, bangunkanlah saya, sambil membaringkan badan ditempat tidur sebelum menutup mata, dengan meletakkan tangan kanan didada, menyentuh jantung, katakanlah : “saya juga hidup “.
Dengan mengenali mereka artinya kamu memperhatikan mereka dan sebaliknya mereka pun mengurusi kamu. Kalau kamu tidak memperhatikan mereka, mereka tidak akan berbuat apapun untuk menolongmu, mereka mengharap supaya secepatnya kamu kembali ke asalmu,  supaya mereka itu secepatnya terbebas dari kewajibannya untuk mendampingimu. Ketika kamu kembali ke alam kelanggengan, mereka juga akan pergi dan berharap diberi kesempatan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dilahirkan sebagai manusia dengan jiwa dan raga dalam hidup baru mereka di dunia.
Weton
Weton adalah peringatan hari lahir seseorang yang terjadi setiap 35 hari sekali. Untuk orang Jawa tradisional mengetahui wetonnya itu penting dan harus diingat kapan wetonnya itu, dengan mengetahui tanggal, bulan, tahun kelahiran seseorang bisa ditentukan hari wetonnya.
Pada saat weton biasanya akan dibuat semacam sesaji sederhana yang berupa secawan bubur merah putih dan satu gelas air hangat. Pemberian ini adalah untuk saudara-saudara halus, dengan mengatakan: ini untuk semua saudara halusku, aku selalu ingat kamu, mengenali kamu, maka itu bantulah dan jagalah aku. Sesaji sederhana ini juga untuk mengingatkan dan bersyukur kepada ibu dan ayah, karena melalui merekalah kamu dilahirkan dan hidup di dunia ini.
Doa untuk Tidur
Selanjutnya untuk mengingat dan menghormati para leluhur dan yang paling penting untuk mengingat dan memuji Sang Pencipta , Tuhan Yang Maha Kuasa. Cara yang lengkap untuk menyebut saudara-saudara halus tersebut adalah: Mar marti, kakang kawah, adi ari-ari, getih puser sedulur papat, kalimo pancer .- Bantulah saya – Jagalah saya pada waktu saya tidur.
Ingat Selalu
Sebaliknya kamu menyebut nama mereka dengan lengkap sehingga kamu menjadi biasa dengan mereka (jumbuh) misalnya untuk beberapa bulan. Sesudah itu kamu boleh memanggil mereka semua:  saudara halusku. Tetapi pada saat kamu berdoa atau meditasi, kamu menyebut dengan nama lengkap, juga pada saat kamu memberikan sesaji untuk mereka, katakanlah nama mereka satu demi satu. Kamu hendaknya tahu bahwa kakang kawah dan adi ari-ari adalah yang paling banyak membantu kamu. Kakang kawah selalu berusa dengan sebaik-baiknya supaya semua keinginan dan usahamu terealisir sedangkan adi ari-ari selalu berusaha menyenangkan kamu.
Oleh karena itu pada saat kamu akan melakukan hal yang penting atau sebelum berdoa, sesudah menyebutkan nama lengkap mereka satu persatu, ulangi lagi dengan menyebut kakang kawah dan adi ari-ari untuk membantumu.
Sesaji untuk Saudara Empat
Selain memberikan sesaji kepada saudara-saudara halus kamu bisa menyucikan diri, antara lain dengan cara berpuasa selama 24 jam, hanya makan buah dan sayuran; makan nasi putih dan minum air putih; tidur sesudah tengah malam atau tidak tidur sama sekali dan lain-lain. Ada juga yang melakukan selama tiga hari berturut-turut, yaitu satu hari sebelum weton, pada saat weton dan sehari sesudah weton yang disebut Ngapit.
Dengan selalu meminta partisipasi dari saudara-saudara halusmu, ini berarti kamu aktif secara lahir maupun batinYang melakukan sesuatu itu bukan hanya aku, tetapi Ingsun yaitu aku-lahir, luar (jobo) bersama dengan aku dari batin (jero). Maka itu orang Jawa yang mau melakukan hal penting berkata : Niat Ingsun. Dengan melakukan laku gugah rasa sebelum melakukan meditasi panelangsa , supaya hidupnya selamat dan sejahtera,dan untuk penghayatan ilmu sejati dlm taraf dasar Manunggaling kawula Gusti.

No comments:

Post a Comment